Header Ads

JPU Hadirkan Saksi Ahli Dr Ida Budhiati dan Dr Titi Anggraini Dalam Sidang Liempepas Bersaudara

 


Manado, ESC - Sidang pidana pemilu yang melibatkan dua tersangka Caleg terpilih, Liempepas bersaudara serta seorang warga Sindulang Dua, CL alias Cerly, makin menarik, karena tidak tanggung-tanggung, penuntut umum  menghadirkan dua saksi ahli, yang merupakan pakar pidana pemilu, yakni Dr. Ida Budhiati dan Dr. Titi Anggraini, Selasa, di PN Manado. 

Dr. Ida Budhiati yang pernah menjabat sebagai komisioner DKPP RI dan Dr. Titi Anggraini yang pernah menjadi ketua perludem, menjelaskan, tentang hal yang berkaitan dengan kedudukan hukum (legal standing) pelapor, unsur politik uang di masa tenang serta masa 7 hari dalam pemeriksaan dan putusan pidana pemilu, di pengadilan berdasarkan Perma RI nomor 1 tahun 2018.  

Tim Penuntut umum dari kejaksaan negeri (Kejari) Manado, dipimpin Kasi Pidum Taufiq Fauzi, SH, didampingi Bryan Saputra Tambuwun SH, membuka sidang dengan pertanyaan kepada saksi ahli, Ida Budhiati, tentang adanya tindak pidana pemilu.

Dr. Ida menjelaskan, dalam kaitannya dengan pasal-pasal yang disangkakan kepada para terdakwa, mulai dari pasal tentang 280 huruf c UU nomor 7 tahun 2018 kemudian sampai ke pasal 523 ayat 1,2 dan 3. 

Dia menjelaskan juga, bahwa yang punya legal standing untuk melaporkan tentang tindak pidana pemilu, adalah WNI yang punya hak pilih, pemantau dan penyelenggara pemilu, juga tentang politik uang dalam pemilu. 

Mengenai pasal 280 huruf j UU nomor 7 tahun 2017, dia mengatakan, pelaksana peserta dan tim kampanye dilarang menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada peserta Kampanye pemilu, pasal itu kemudian katanya dikaitkan dengan pasal 523 ayat 1, 2 dan 3, juga ada ancaman hukumannya disana. 

Sementara pihak terdakwa yang diwakili kuasa hukumnya, Christian Tumbel, SH, mempertanyakan tentang kedaluwarsanya sebuah perkara pidana pemilu, berdasarkan Perma nomor 1 tahun 2018, yang ditegaskan dalam ayat 3, bahwa pengadilan negeri memeriksa dan memutuskan pidana pemilu paling lambat tujuh hari setelah dilimpahkan oleh penuntut umum. Hal itu dijawab bahwa penentuan waktu itu mengikuti SOP di pengadilan. 

Sedangkan saksi ahli kedua, Dr. Titi Anggrainy, pakar hukum pidana dari UI, yang juga disumpah untuk memberikan keterangan, menjelaskan, sesuai dengan pasal 454 ayat 6 tentang waktu pelaporan tindak pidana pemilu yakni tujuh hari setelah diketahui. 

Titi Anggraini pun menegaskan tahapan pemilu ada yang saling beririsan maupun tidak. Dan setiap pelanggaran dan pidana dilaporkan pada tiap tahapannya, oleh semua yang punya kedudukan hukum. Namun tidak semuanya bisa dilaporkan pada tahapannya, misalnya ada politik uang saat pencoblosan dan untuk melengkapi bukti lewat waktu pemilihan, maka bisa dilaporkan sehari atau dua hari setelah tahapan pencoblosan.  

"Tetapi maksudnya juga kembali pada pasal 454 ayat 6 UU nomor 7/2017, yakni paling lambat tujuh hari setelah diketahui adanya pidana pemilu, jadi jika diketahui sudah bukan pada tahapan pencoblosan atau perhitungan suara, tetapi masih dalam tahapan pemilu secara umum, maka masih bisa dilakukan, selama masih dalam masa tujuh hari setelah diketahui," katanya.  

Dia pun menegaskan, bahwa yang penting tujuh hari setelah diketahui, dan harus harus dipahami tahapan pemilu didesain seperti itu. 

Dia juga menjelaskan, mengenai pidana pemilu terkait politik uang, diatur dalam pasal 280 huruf j UU nomor 7/2017, serta kaitannya dengan pasal 523 ayat 1,2 dan 3. Lalu mengenai pasal 523 ayat 1, 2 dan 3 termasuk dalam syarat formil, karena sudah menjanjikan saja sudah terpenuhi, unsurnya.   

Mengenai pasal 3 Perma 1 tahun 2018, Titi Anggraini, menjelaskan, batas waktu tujuh hari yag dimaksudkan untuk memeriksa dan memutuskan perkara pidana pemilu, adalah setelah sidang pertama dimulai. 

"Itu batas waktu tujuh hari, bukannya saat dilimpahkan ke PN, sebab ada aturan dan prosedur tetap di pengadilan yang mengatur waktu, seperti pemanggilan saksi dan lainnya, maka yang dimaksudkan, tujuh hari, adalah tujuh hari setelah sidang pertama dimulai atau persidangan," tegas Mantan ketua Perludem itu. 

Sidang tersebut digelar terbuka untuk umum, dipimpin Iriyanto Tiranda, SH, MH, didampingi Mariany Korompot, SH dan Ronald Massang, SH, MH, dan penuntut umum, Taufiq Fauzi, SH, dan tim.(Dims)

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.