Header Ads

 


Paparang Sebut Dakwaan Pemalsuan itu, Palsu

 


Manado, ESC - Dr. santrawan Paparang, SH, MH, MKn, dan Hanafi Saleh, SH, MH, serta tim yang merupakan penasihat hukum terdakwa kasus pemalsuan, MM alias Margaretha, menegaskan, bahwa pasal 263 tentang pemalsuan, yang disebut-sebut dalam sidang, tidak ada berkas perkara, justru hanya ditulis atau dicangkokan di BAP dan resume penyidik. 

"Jadi dakwaan pemalsuan itu, kami sudah membuktikan, bahwasanya pasal 263 yang disebut-sebut itu adalah tidak pernah dinyatakan di LP, BAP saksi, tetapi cuma nampak di resume yang dicantum di sampul perkara, kami berpandangan berkas perkara palsu dan dakwaan palsu," kata Santrawan Paparang, usai sidang.


Selain itu, dari fakta persidangan  terungkap bahwa dari lima saksi yang dihadirkan JPU, semuanya tidak ada yang memojokan terdakwa MM, justru sangat menguntungkan. 

"Juga fakta sidang mengungkapkan bahwa status kepemilikan hak atas tanah antara terdakwa dan pelapor wajib dibuktikan demi hukum dulu, melalui saransla gugatan perdata, sehingga secara hukum perkara tersebut merupakan zuiver murni perkara perdata," tegas paparang.


Sementara Hanafi mengatakan, pasal itu adalah pasal siluman, karena fakta jelas dari LP oleh pelapor sampai semua produk surat-surat yang kami kemukakan, tidak ada satupun yang menyangkut pasal 263 KUHP. 

"Pertanyaan ketika diajukan ke P21, penuntut umum, harus keluarkan P19 terbitkan petunjuk tidak ada, tetapi ada disampul perkara, kenapa tidak didalami dari mula-mulanya, jadi kamo mohon agar yang mulia hakim perintahkan JPU hadirkan P19, agar jelas tentang petunjuk apakah ada 263 atau tidak, dan minta penyidik pembantu dihadirkan," kata Pak hadj sapaan akrabnya.

Selain itu, tim penasihat hukum  MM minta agar kliennya diberikan penangguhan mengingat keadaanya yang sakit, sebab menurut mereka selama pemeriksaan, ada oknum jaksa yang melarang mengeluarkan surat keterangan sakit, namun dibantah JPU. 

Dalam sidang tersebut, saksi korban, Rudi Gunawan, mengaku bahwa di tanah milik ayahnya dipasangi baliho oleh pelaku, sehingga terganggu, maka melapor, sampai masalah tersebut sampai di pengadilan, namun anehnya muncul tuduhan pemalsuan, yang korban sendiri tak bisa menunjukan SHM mana yang dipalsukan. 

Sedangkan saksi dua dan tiga ditanyai mengenai kondisi tanah, karena merupakan lurah di Paniki Bawah dan mengaku mengeluarkan surat kepemilikan, berdasarkan permintaan dan laporan saksi korban, tanpa melakukan pengukuran, dan mengaku bahwa mereka tahu masalah itu, setelah dipanggil penyidik Polda untuk dimintai keterangan, namun tidak mengerti tentang pasal yang dikenakan, sedangkan saksi dari BPN menjelaskan bahwa SHM adalah bukti kepemilikan. 

Penasihat hukum, Dr. Santrawan Paparang, merasa bahwa saksi korban berbelit-belit dan tidak bisa menjelaskan mengapa tidak ada laporan pemalsuan namun hanya penyerobotan, lalu minta majelis hakim, agar menahan saksi, karena memberikan sumpah palsu, dan memfitnah penasihat hukum. 

Hal serupa juga terjadi saat hakim Ronald Massang, bertanya tentang dokumen yang dipalsukan, saksi korban juga tak bisa menunjukan, hanya mengatakan karena gambar beda yang ditunjukan oleh pengacaranya, namun hakim menegaskan bahwa di gambar yang ditunjukan tidak ada keterangan apa apa seperti mengatakan Itu adalah  SHM, sehingga tidak bicara lagi.(Dims)

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.