JPU Hadirkan Saksi Evert Tangel, Ricky Montong dan Windi Lucas Sidang Dana Hibah GMIM
Manado ESC - Sejumlah fakta baru bermunculan, dalam persidangan kasus dugaan tindak pidana korupsi yang menyeret SK, AGK, JFK, FK dan HA sebagai pesakitan di Manado, yang digelar Rabu pagi sampai malam di PN Manado, Kima Atas.
"Ada empat saksi yang kami hadirkan hari ini yang mulia, Evert Tangel, Recky Montong, Windi Lucas dan Gery Rengku," kata Ketua Tim penuntut umum, Jaksa Pingkan Gerungan, SH, MH, ketika sidang dibuka.
Keempat saksi yang diambil janji itu, memberikan keterangan secara bergantian dua-dua orang, dimana Evert Tangel dan Gery Rengku, mendapatkan kesempatan pertama untuk bersaksi, dan Montong serta Lucas mendapatkan kesempatan setelah skors sidang dicabut pada siang hari.
Gery Rengku dalam keterangannya menjelaskan, tentang perkemahan kreatif pemuda gereja, serta prosesnya, namun dia menjawab berubah-ubah, awalnya mengatakan, dana untuk pelaksanaan kegiatan yang kemudian hari diketahui sebagai hibah dari Pemprov kepada sinode, belum masuk ke rekening panitia, tetapi setelah ditanyakan kembali dia menjawab sudah masuk sebelum kegiatan sebesar Rp 500 juta, dan semuanya digunakan untuk perkemahan pemuda, demikian pula untuk dana kedua yang masuk sebesar Rp 500 jutam juga dimanfaatkan untuk menyelesaikan semua hal-hal yang berkaitan dengan keuangan dalam kegiatan tersebut.
Sementara Pdt. Evert Tangel, tidak bisa menjelaskan banyak, karena sering bilang lupa, kurang tahu dan tidak hafal, namun mengakui dia tahu tentang dana hibah yang diterima sinode GMIM dari pemprov Sulut, dan juga mengakui kalau dirinya mengetahui tentang adanya dana hibah, dengan total sekitar Rp 21 miliar.
Dia mengatakan dana tersebut lupa digunakan untuk apa, tetapi ada juga disebutkan untuk pembanguan UKIT tetapi tidak dipikirkan untuk dilelang atau ditenderkan, tetapi lainnya sudah lupa, termasuk belanja, tukang dan lainnya tidak diingatnya lagi, tetapi juga mengakui perkemahan pemuda dibiayai GMIM, serta perjalanan ke Jerman, tetapi tidak tahu secara mendetail karena tidak berangkat, dia juga mengatakan, mengenai proposal NPHD yang diteken di kantor sinode.
Sedangkan setelah skors, dua saksi yang dihadirkan JPU adalah Recky Montong dan Windi Lucas, yang memunculkan sejumlah fakta baru, dimana mantan bendahara Recky Montong mengakui sama sekali tidak mengetahui tentang NPHD, sebab tidak melihat dan membaca, karena itu juga tidak membuat pertanggungjawaban sesuai permintaan, hanya dilakukan di akhir tahun anggaran.
Dia juga mengakui bahwa dirinya tahu tentang dana hibah, tetapi tidak dengan NPHD makanya dia sebut undang-undang, dan dalam pertanggungjawaban juga demikian, dituliskannya, semua dana hibah digunakan sesuai dengan undang-undang, apalagi dan dana yang masuk ke kas sinode itu, bercampur baur, bersama dengan pemasukan lainnya, karena sumber pendapatan GMIM ada juga yang lain, selain dana hibah.
Dia mulai dengan menjelaskan, bahwa sinode GMIM mendapatkan dana hibah pada 2020 sebesar Rp 5,5 miliar, 2021 sebesar Rp 4,5 miliar, 2022 Rp 7,5 miliar, masuk ke rekening GMIM, dan bisa dicairkan setelah ada tanda tangan dari bendahara dan ketua sinode namun yang melakukan penarikan adalah kepala bagian keuangan.
"Semua dana hibah yang masuk ke rekening GMIM, yang berdasarkan permintaan yang biasanya ada proposal ke pemerintah, namun memang tidak pernah melihat NPHD, meskipun ada tanda tangan bahwa semua dana yang masuk termasuk sentralisasi jemaat dan hibah dari pemerintah bercampur jadi satu rekening, transaksinya bersama dengan yang lain nanti teridentifikasi sebagai dana hibah ketika sekretariat meminta bukti-bukti untuk mendukung NPHD, baru staf mengambil dokumen pendukung yang berhubungan dengan kegiatan itu teridentifikasi sebagai NPHD, ketika keluar dari transaksi harian uang itu bercampur di satu rekening,"katanya.
Mengenai aturan main dana hibah, Montong menceritakan mengatakan, tidak tahu sebab tidak melihat NPHD, namun dia mencontohkan pemanfaatan dana hibah seperti untuk membiayai kegiatan kerukunan keluarga pendeta dan guru agama sebesar Rp 1,5 miliar dan mencairkan Rp 2 miliar, jadi dana Rp 1,5 miliar tersebut diambil secara tunai untuk dimasukkan ke dalam sampul, namun dia menegaskan tidak tahu persis aturan main pemanfaatan dana hibah, cuma ingat jika jenis dana seperti itu harus habis dipakai di akhir tahun anggaran, dan ada enam larangan untuk pemanfaatan dana hibah tak boleh untuk poin - poin tersebut.
Dalam kesaksiannya, Montong juga menjelaskan mengenai pembangunan rektorat UKIT, hanya terlibat di awal - awalnya mencari tukang, setelah itu sudah lepas jabatan Bendum, jadi wakil ketua, namun sempat menjelaskan mengenai pemanfatan lainnya untuk beasiswa bagi mahasiswa fakultas theologi, kemudian pembangunan gedung rektorat pembangunan rumah sakit, namun pelaksanaan pekerjaan fisik pembangunan tidak melalui proses tender atau lelang tapi langsung dikerjakan sendiri di mana mereka mencari tukang sendiri.
Sedangkan Windy Lucas, dalam kesaksiannya, mengatakan, di masa menjabat bendahara, dana hibah termasuk dana insentif daerah (DID) yang masuk totalnya Rp 5,9 miliar, juga menjelaskan pemanfaatan anggaran ke kegiatan dewan gereja dunia dimana dirinya ditugaskan ikut, dan mengajak suaminya menemani, tetapi biaya suaminya ditanggung sendiri, dan dia awalnya menggunakan dana sendiri, kemudian barulah dia meminta penggantian sebab pergi ke Jerman atas penugasan gereja, barulah kemudian ketika diperiksa di Polda dia tahu kalau pemanfaatan dana itu menggunakan dana hibah, yang dilarang, sehingga memilih mengembalikan dengan menitipkan dana sekitar Rp 52-an juta ke penyidik.
Windy mengakui saat bendahara ada terima dana insentif daerah pada 2023, sebesar Rp 1,2 miliar, dana diperuntukan bagi pekerja kerohanian seperti kostor dan langsung ke rekening penerima, by name by addres, dimana datanya sudah dipegang staf sekretariat.
Sementara ketika penuntut umum, Pingkan Gerungan, menanyakan bagaimana pengelolaan keuangan berdasarkan tata gereja, karena itu diatur, namun Windy mengatakan ada yang dia tahu ada yang diketahuinya, karena untuk pengambilan uang ke bank diteken sementara kalau ambil di kas kecil tidak lagi diberitahukan, langsung ambil di kas kecil, dan terungkap ada kas kecil di GMIM.
Sementara ketika Gerungan menekankan agar menjelaskan fakta khusus pengelolaan dana hibah, dijawab ketika pengambilan uang di bank, sudah dicampur dengan operasional, kemudian dipilah Kabag keuangan dipakai sesuai peruntukannya, dan jaksa mengingatkan saksi, bahwa dalam pengelolaan keuangan, dalam pemahaman penuntut umum, bendahara itu paham betul dengan aturan main pengelolaan dana tidak terkecuali, namun dijawab Windy Lucas bahwa dana hibah tidak dilbatkan.
"Karena untuk dana hibah, diatur langsung Kabag Keuangan dan ketua sinode dan saya tidak membuat laporan pertanggungjawaban khusus dana hibah," katanya.
Kedua saksi juga menegaskan mereka tidak dilibatkan dalam penyusunan dan pembuatan proposal, hanya menandatangani saja, bahkan Montong mengatakan tidak mendengar tentang hibah, di bidang keuangan dan perbendaharaan tidak dibahas tentang hibah, makanya bagian bantuan pemerintah hanya ditulis pre memory saja, penuntut juga menanyakan apakah membaca proposal sebelum diajukan, dijawab baca tetapi tidak teliti, mereka juga mengatakan pernah ada dana hibah yang tersisa, di akhir tahun 2020, karena masuk saat kantor sinode libur dan yang akhirnya dana tersebut tersisa, sementara pekerjaan pembangunan sudah berlangsung, sehingga dijadikan sebagai pengganti dana milik GMIM yang sudah dipakai sebelumnya dan bukti pembelanjaan dijadikan sebagai bagian pertanggungjawaban, dan waktunya mundur. (Dims)
Post a Comment