Header Ads

 


Dua Saksi Ahli Hadir di persidangan Perkara Penyerobotan Tanah

 

Manado, ESC - Pemeriksaan perkara tindak penyerobotan tanah, yang berkembang menjadi pemalsuan, dengan terdakwa MM alias Etha, di PN Manado, terus berjalan, dan dalam sidang yang digelar Rabu siang, penasihat hukum terdakwa yakni Dr. Santrawan Paparang, SH, MH, MKn, dan Hanafi Saleh, SH, MH, menghadirkan dua saksi ahli, demi membela principal mereka. 

Kedua saksi yang dihadirkan adalah ahli hukum perdata, Dr. Abdurahman Konoras yang merupakan pengajar di Universitas Trinita Manado dan pakar hukum pidana, Equenius Paransi, SH, MH, pengaja dari FH Unsrat Manado, memberikan keterangan dan pendapat seputar perkara pidana yang heboh itu. 

Dalam sidang yang dipimpin oleh Yance patiran, SH, MH selaku ketua majelis didampingi Ronald Massang, SH, MH dan Mariany Korompot, SH, MH selaku anggota majelis, kedua ahli memberikan pendapat tentang perkara tersebut, dalam pandangan keduanya sebagai pakar.    

Ahli hukum perdata Dr. Abdurahman Konoras, dalam pendapatnya, mengatakan, perkara itu adalah perdata murni, sebab menyangkut kepemilikan tanah sehingga harus ada pembuktian terkait batas-batas tanah dulu, maka itu bisa diuji di PTUN atau perkara perdata.  

Dia pun menjelaskan di sebuah objek tanah, jika sudah pernah ada eksekusi tetapi jika belum selesai, maka masih bisa dieksekusi kembali, sembari menjelaskan bahwa sertifikat itu bukan alat bukti mutlak.

"Itu memang alat bukti kuat, tetapi bukan alat bukti mutlak, karena itu wajib dibuktikan dulu dalam uji di pengadilan," katanya.

Sedangkan Pakar Hukum Pidana, Equenius Paransi yang ditanyakan PH Hanafi Saleh, SH, MH, dan Dr. Santrawan Paparang, SH, MH, MKn, mengenai laporan polisi selama penyidikan itu, pasal yang dikenakan itu semuanya adalah 167 tentang penyerobotan, demikian juga dengan para saksi yang dihadirkan mengakui tidak pernah ditanyakan tentang pemalsuan tetapi hanya penyerobotan, memberikan pendapat, bahwa dalam hukum pidana yang diperiksa itu adalah fakta, maka dalam setiap peristiwa hukum, maka pengekan hukum akan melihat mana, kaidah hukum yang dilanggar, jadi bukan asal-asalan mencantumkan pasal.  

Paransi juga mejawab ketika diminta pendapatnya tentang perkara yang sejak awal dikenakan pasal 167 kemudian ada penambah pasal 263, memberikan pendapat itu adalah tanggungjawab jaksa yang bersangkutan bukan lembaga atau instansinya bekerja.

Sebelum menutup sidang, PH Paparang dan Hanafi, minta agar majelis hakim memerintahkan penuntut umum menghadirkan saksi verbalisan, yakni penyidik yang memeriksa perkara tersebut juga mengenai petunjuk jaksa P-19 mengenai pencantuman pasal 263 tentang pemalsuan pun dimintakan agar dihadirkan sebagai bukti. 

Namun JPU Laura Tombokan, SH, pun mengatakan, mengenai hal itu, akan disampaikan dulu kepada pimpinan mereka, karena berkaitan dengan P-19 yang akan dijadikan bukti.(Dims)

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.